Oleh: Shinta Solihin (Mahasiswa Institut Andi Sapada Fakultas Ilmu Hukum) Nim: 2003049
OPINI – Seperti yang kita ketahui, di era saat ini dimana perkembangan teknologi begitu pesat. Terutama dalam bidang teknologi dan komunikasi. Hal ini memberikan banyaknya manfaat bagi para pengguna, khususnya dalam penggunaan sosial media.
Namun seperti yang kita ketahui, setiap dampak positif yang diberikan pastinya terdapat pula dampak negatif di dalamnya. Salah satunya kasus kebocoran data privasi seseorang, dimana data privasi atau pribadi ini merupakan suatu keterangan yang nyata berkaitan dengan diri sendiri yang mampu mendefinisikan orang tersebut.
Sekali menggunakan internet maka semua aktivitas yang kita lakukan di dalamnya akan menjadi jejak digital yang sudah terekam.
Ditambah dengan kecanggihan teknologi saat ini, sangat memudahkan para oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk membocorkan atau mencuri data privasi seseorang.
Hal inilah yang menyebabkan banyaknya penyalahgunaan atas kebocoran data privasi seseorang. Salah satu kasus yang sering terjadi saat ini yaitu pengajuan pinjaman online di aplikasi ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dimana seseorang merasa tidak melakukan pinjaman online, tetapi mendapatkan tagihan untuk membayar angsuran dari hasil pinjaman tersebut setiap bulannya.
Terkadang para oknum membagikan link secara acak ke sosial media seseorang. Ketika link tersebut telah sampai ke pengguna sosial media, pengguna merasa penasaran dan mengklik link tersebut dan tanpa sadar pengguna telah membagikan data privasi mereka. Inilah awal mula terjadinya kebocoran data diri seseorang di media sosial, dimana salah satu bentuk pelanggaran atas HAM karena telah mencuri dan menyalahgunakan data pribadi seseorang.
Seperti yang kita ketahui bahwa kehidupan pribadi merupakan sebuah konsep yang berhubungan dengan manusia sebagai makhluk hidup. Itulah mengapa penting peranan HAM dalam setiap individu, sebab adanya HAM kita memiliki hak untuk hidup dan memiliki kebebasan tanpa adanya diskriminasi dari siapa pun.
Dengan kasus kebocoran data privasi yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, kita dapat menuntut hak kebebasan yang seharusnya kita miliki.
Sebenarnya, pemerintah juga bekerja keras untuk mengurangi dampak dari kasus yang sudah ada dengan merazia dan menutup berbagai website pinjaman online ilegal yang tidak terdaftar di OJK. Seperti yang terkandung di dalam Pasal 65 UU PDP menjelaskan bahwa setiap orang atau pihak dilarang melawan hukum dalam memperoleh data pribadi yang bukan miliknya demi menguntungkan diri sendiri.
Selain itu, larangan tersebut juga berlaku bagi pengungkapan data pribadi yang bukan miliknya. Pelanggaran terhadap larangan tersebut bisa diganjar dengan pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal 5 miliar rupiah.
Sementara itu, pihak yang sengaja memalsukan data pribadi untuk meraup keuntungan bisa diganjar dengan pidana penjara maksimal 6 tahun atau denda maksimal 6 miliar rupiah.
Untuk mencegah kebocoran data privasi langkah yang dapat dilakukan dengan menggunakan kata sandi yang kuat dan berbeda setiap akun online, mengaktifkan fitur keamanan tambahan.
Olehnya itu, dengan adanya kejadian ini kita sebagai pengguna media sosial harus lebih berhati-hati lagi dalam menggunakan media sosial agar tidak terjadi hal yang serupa, sehingga tidak ada lagi kejadian dimana oknum yang tidak bertanggung jawab menyalahgunakan data yang dimiliki. (*)