PAREPARE, KLUPAS.COM – Metode pelaksanaan galian pembersihan sampah dan lumpur permukaan serta proses penimbunan di lokasi Mega Proyek Pembangunan Anjungan Cempae, di Pantai Cempae, Kelurahan Watang Soreang, Kecamatan Soreang, Kota Parepare, tuai sorotan aktivis lingkungan.
Saat ini pembangunan mega proyek Anjungan Cempae masih dalam tahap pengerukan endapan lumpur dan sebagian dalam tahap penimbunan.
“Dari data yang kami dapat dari pihak pelaksana kurang lebih sepanjang 180 meter area pantai Cempae ditimbun, dan sekitar 75 meter keluar ke wilayah perairan (laut). Proses itu yang akan kami pantau hingga pada kelengkapan perijinan reklamasinya,” tegas Ketua LSM Lingkar Hijau, Ikbal Rahim Gani, Jumat (6/8/2021).
Ia mengatakan, pekerjaan galian pembersihan sampah dan lumpur permukaan itu nilai dan volumenya cukup besar. Termasuk pemasangan geoteks.
“Apakah metode pelaksanaan pembersihan sampah, pengerukan lumpur dan penimbunan sudah sesuai dengan metode yang dipersyaratkan di RAB, begitu pula sampah dan lumpurnya harus jelas dibuang ke mana?,” kata Ikbal.
Mengenai spesifikasi timbunan, Ikbal menegaskan bahwa tanah timbunan yang digunakan harus sesuai dengan sampel yang sudah diuji Lab dan harus memenuhi persyaratan uji CBR berdasarkan SNI dan uji kepadatan ringan SNI. Harus bersih, bebas dari bahan organis dan kotoran.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Pembangunan Anjungan Cempae, Suhandi, mengatakan bahwa metode pelaksanaan pekerjaan sudah sesuai spesifikasi, juknis dan RAB berdasarkan kontrak. Namun dalam pelaksanaan pekerjaannya, ada tahapan-tahapan dan harus melalui persetujuan konsultan pengawas.
“Kami juga sudah lakukan koordinasi dengan kepolisian dalam hal ini lalu lintas. Kasat Lantas dan dengan Dinas Perhubungan, kaitannya dengan hilir mudiknya kendaraan dari lokasi pengambilan material ke lokasi penimbunan. Demikian pula sampah dari lokasi penimbunan menuju ke TPA. Jadi koordinasinya ke situ,” ujar Suhandi.
Adapun sampah dan lumpurnya, kata dia, tetap dikeruk, dikeluarkan dan diangkut ke TPA.
“Kalau sampah jelas pasti kelihatan pekerjaannya, jumlah armadanya juga jelas, semua terhitung karena di posisi ini kan sudah ada yang mencatat. Armadanya dengan plat-nya, jam berapa, itu ada. Di TPA juga seperti itu,” jelasnya.
Suhandi menerangkan, existing kondisi di lapangan/lokasi pekerjaan proyek penimbunan itu tidak semua ada sampah.
“Di sudut-sudut memang banyak, lainnya itu adalah batu. Tidak mungkin dilakukan pengerukan lagi di daerah batu. Tinggal menggeser saja. Sampah dan lumpur tetap dikeluarkan. Di level tertentu itu adalah batu dan pasir, cuma dilakukan penggeseran saja,” terangnya.
“Begitu pula dengan pemadatan, tetapi itu berdasarkan leveling batas air kering. Karena kan tidak mungkin dipadatkan pada posisi basah. Jadi ada posisi yang kita lihat disepakati oleh konsultan. Leveling itu di daerah kering, maksudnya 30 cm dari batas air pasang,” tambahnya.
Setelah itu, lanjut Suhandi, dilakukan pemadatan secara berkala dengan ketebalan setiap 30 cm dipadatkan lagi. Tetapi startnya itu di leveling yang sudah ditentukan oleh konsultan pengawas.
“Tetap ada pemadatan. Akan dilakukan pemadatan setelah batas level yang sudah ditentukan oleh konsultan. Proses pemadatan itu ditarik di daerah kering dulu, tidak mungkin di air. Tetapi ditarik dulu pas di daerah pasang tinggi, kemudian ditarik 30 cm, itulah dasar pertamanya disepakati oleh konsultan untuk mulai start pemadatan. Itu ditandai ada leveling, dasarnya 30 cm di atas, setelah itu per layar dipadatkan. Itulah yang dipadatkan secara berkala terus. Setelah itu, tetap 30 cm dipadatkan lagi sampai level tertinggi,” urai Suhandi.
Untuk pemasangan geoteks, kata dia, di metode pelaksanaan atau pun yang ditawarkan oleh konsultan perencana di RAB, geoteks ada di antara timbunan dengan batu, bukan di alasnya.
“Nanti akan ada (geoteks) di dinding perbatasan antara batu gajah dengan tanah timbunan, bukan di bawah,” imbuhnya.
Konsultan Pengawas Proyek Anjungan Cempae, Faisal mengatakan, sampah dan lumpur tetap diambil kemudian diangkut ke TPA. Sementara volume pengerukan itu include dengan galian. Dimana kedalaman galian untuk batu gajah kurang lebih 1 (satu) meter dan volume galiannya cukup besar.
“Tetap dikeruk yang di tengah. Alat berat/excavator turun pada saat air laut surut. Kalau air pasang, itu (lumpur) didorong dulu ke tengah. Nanti air surut baru digeser, dikeruk kemudian dikumpulkan dan diangkut ke TPA. Jadi volume pengerukan include dengan galian batu gajah. Galiannya saja hampir 3.000 volumenya,” kata Faisal.
Faisal menjelaskan, volume RAB disesuaikan di lapangan, apakah itu berkurang atau bertambah.
“Kan itu acuan di RAB, bisa saja bertambah, bisa saja berkurang. Kalau kurang volumenya ada CCO, nanti dilihat dimana mau dibawa, kayaknya timbunan yang bertambah karena setelah diukur di lokasi, panjangnya bertambah dari perencanaan. Awalnya kan perencanaannya 180 meter, setelah diukur di lokasi panjangnya hampir 195 meter. Berarti bertambah. Jadi volume galian, timbunan dan bangunan di atasnya semua mengikut bertambah. Jadi disitu nanti mungkin ada kurang ada tambah,” jelasnya.
Untuk pemadatan timbunan, lanjut dia, sudah ada leveling yang dipasang, elevasi 30 cm di atas permukaan air.
“Jadi, setinggi muka air tidak dipadatkan karena basah. Kita ambil elevasi 30 cm di atas permukaan air, disitu posisi untuk memadatkan. Nah, dari situ hitung perlapis 30 cm baru dipadatkan, kemudian di atasnya lagi 30 cm dan seterusnya,” terangnya.
Adapun material timbunan yang digunakan, Faisal menyebut diambil dari dua lokasi, satu di Bili-bili dan satu di Lamajjakka, Pinrang.
“Semua ada IUP-nya dan semua sudah masuk diuji Lab. Persoalan reklamasi, untuk mengambil material harus ada izin pertambangan/IUP. Memang tampilan secara visual warna timbunan dari Bili-bili beda dengan timbunan dari Lamajjakka, tapi hasil uji Lab hampir sama dan keduanya masuk dalam golongan timbunan pilihan, sesuai di RAB,” tandas Faisal.
Dilansir dari laman LPSE Kota Parepare, Proyek Pembangunan Anjungan Cempae pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang dianggarkan sebesar Rp19,5 miliar melalui APBD Kota Parepare Tahun Anggaran 2021 itu dikerjakan oleh PT. Apro Megatama, beralamat di Jl. A.P Pettarani Ruko New Zamrud Blok F.16 Makassar, sebagai pemenang berkontrak. (*)