PAREPARE, KLUPAS.COM – Tradisi ‘Mappalili’ atau ‘Appalili’ merupakan warisan budaya yang dilaksanakan turun-temurun oleh masyarakat Suku Bugis.
Di era modernisasi saat ini, tradisi Mappalili masih terjaga dan terus dilestarikan oleh masyarakat petani di Parepare yang dilakukan jelang musim tanam sebagai permohonan untuk mengharapkan keberkahan dari Allah SWT agar hasil panen padi dapat melimpah.
Wali Kota Parepare, HM Taufan Pawe meminta agar masyarakat tetap menjaga dan melestarikan budaya dan kearifan lokal, seperti halnya tradisi Mappalili jelang musim tanam.
“Tradisi Mappalili seperti ini harus kita jaga dan lestarikan. Sama halnya dengan tudang sipulung yang merupakan kearifan lokal yang terjaga sampai sekarang,” ujar Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel itu.
Tradisi Mappalili terbilang unik dan memiliki makna pengharapan yang masih terus dipertahankan hingga saat ini oleh Sanggar Tani Galung Lompoe Parepare.
Acara Mappalili tahun ini dihadiri Kepala Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan (PKP) Wildana, dan Camat Bacukiki Kota Parepare, Saharuddin, di Kelurahan Lemoe, Rabu (13/10/2021).
Usai kegiatan Mappalilili, Kepala Dinas PKP Wildana, yang didampingi Camat Bacukiki, Saharuddin mengatakan, Mappalili ini merupakan salah satu acara yang rutin dilaksanakan setiap tahun dan menjadi warisan budaya yang sudah turun-temurun dilaksanakan, sebagai permohonan untuk mengharapkan keberkahan dari Allah SWT agar musim panen padi tahun ini dapat melimpah.
“Ada kebersamaan di dalamnya, kekompakan, gotong royong dan semua terangkum dalam kegiatan Mappalili ini yang hampir semua Kelompok Tani di Kota Parepare ada berkumpul di acara ini,” jelas Wildana.
Namun karena masih dalam Kondisi pandemi Covid-19, setiap Kelompok Tani (KTNA) hanya diundang sebanyak 3 orang.
Wildana berharap, agar acara Mappalili ini tetap dilestarikan sebagai aset budaya sosial bagi masyarakat petani, khususnya di Kota Parepare.
Senada disampaikan Camat Bacukiki, Saharuddin, Acara Mappalili ini mengandung makna bahwa keberadaan warga yang hadir dalam acara ini mulai dari keliling sawah dengan beriringan semua komponen masyarakat untuk ikut di dalamnya menandakan bahwa di sini harus ada kebersamaan, ada kegotong royongan dan kerja sama.
“Sehingga sesulit apapun pekerjaan yang dihadapi nantinya para petani ini, kita bersatu padu, mulai dari tingkat RT/RW ke bawah kelompok tani, stakeholder, SKPD terkait, kita menyatu di dalamnya sehingga permasalahan masyarakat bisa ditangani secepatnya,” pungkas Saharuddin yang merupakan Putra Asli Bacukiki ini.
Tradisi Mappalili ini dipimpin oleh pemimpin adat ataupun imam yang biasa memimpin doa. Kegiatan diawali dengan penggunaan alat bajak sawah mengelilingi areal sawah. Kemudian dilanjutkan dengan ritual mengelilingi areal sawah yang dipimpin oleh pemimpin adat/imam, diikuti oleh para petani serta aparatur sipil yang turut serta mengambil bagian.
Di separuh perjalanan, pemimpin adat/imam diikuti oleh petani kemudian berhenti untuk melafalkan doa. Doa berisi harapan agar hasil panen melimpah, mencukupi kebutuhan penduduk, lalu dilanjutkan lagi berjalan sejauh satu putaran areal sawah. (*)