banner 728x250

Disporapar Parepare Siap Dukung PARFI Produksi Film Bertema Budaya dan Pariwisata

banner 120x600
banner 468x60

PAREPARE, KLUPAS.COM – Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) Cabang Kota Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel), dalam waktu dekat ini akan memproduksi film yang akan mengusung tema budaya dan pariwisata Kota Parepare.

banner 800x800

Hal ini terungkap saat sejumlah pengurus PARFI Cabang Parepare, melakukan audience dengan Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Parepare, Amarun Agung Hamka, Rabu (29/9/2021).

Film produksi perdana PARFI Cabang Kota Parepare yang bekerja sama dengan komunitas Parepare Indie ini, akan mendaulat Sahran Himamaru sebagai sutradara yang akan banyak menyorot tema tradisi budaya khususnya di Bacukiki.

Menurut Sahran, dalam film ini nantinya akan tergambar jelas bagaimana masyarakat Bacukiki tetap mempertahankan tradisi budaya mereka yang menjadi identitas aslinya di tengah pesatnya era modernisasi sekarang ini.

“Jadi dalam film ini nantinya akan kami gambarkan kisah drama romansa, dan juga fokus cerita mengarah pada nilai pelestarian tradisi dan budaya, dimana karakter pemeran perempuan bernama Cenning di film ini, sangat mewakili watak perempuan Bugis yang menjunjung tinggi harga dirinya sebagai perempuan Bugis seutuhnya,” jelas Sahran, yang juga pernah menyutradarai pagelaran teater kolosal pembantain pasukan Westerling di Parepare ini.

Sahran juga mengatakan, yang akan terlibat pada penggarapan film ini, semuanya berasal dari Parepare, mulai dari penulis naskah, sutradara, aktor maupun aktris, serta crew kameramen, editor, audio, dan penggarapan soundtracknya nanti.

Senada dengan Sahran, Abdillah MS, penulis script atau naskah serta ide cerita film bergendre drama tentang Bacukiki ini mengungkapkan, film ini akan banyak mengeksplorasi tentang wilayah Bacukiki, yang juga mengandung pesan-pesan moral bermuatan kearifan lokal. Misalnya, tentang budaya siri, dan petuah-petuah orang-orang Bugis terdahulu akan tertuang pada dialog-dialog di film ini.

“Pemilihan tema Bacukiki dalam film ini, tidak serta merta muncul begitu saja, akan tetapi tetap diawali dengan tahapan riset dan pelibatan beberapa penduduk asli Bacukiki dalam memberikan saran tentang gambaran Bacukiki masa lalu dan sekarang,” jelas Abdi sapaan akrabnya.

Lebih lanjut dikatakan, pada film ini juga mengangkat budaya ‘Siri na Pesse’ dari perspektif perempuan. Siri berarti rasa malu atau harga diri, sedangkan Pesse yang berarti pedas atau keras, kokoh pendirian. Jadi Pesse berarti semacam kecerdasan emosional dalam mempertahankan kebenaran.

“Bagi perempuan Bugis “Siri na Pesse” merupakan kehormatan, harga diri serta martabat bagi dirinya dan juga keluarga. Sementara cinta bagi perempuan Bugis ialah harus mencintai harga diri, menjaga martabat dan kehormatannya,” jelasnya.

Meskipun karakter Cenning pada film ini sebagai peran pendamping, akan tetapi menjadi penentu alur dalam ceritanya.

Ada pun gambaran sinopsis pada film ini lanjutnya, sosok Anton adalah seorang mahasiswa semester akhir di sebuah perguruan tinggi dan sekaligus sebagai seorang jurnalis magang di perusahaan media ternama. Ia kemudian ditugaskan untuk meliput satu wilayah yang ada di Kota Parepare, Sulawesi Selatan, yakni Bacukiki.

Saat sedang menggarap liputan di Bacukiki, Anton kemudian mendengar kabar ada pengusaha yang hendak membangun sebuah cafe di Bacukiki. Dimana lokasi  pembangunan cafe itu, akan menghilangkan sebuah situs bersejarah berupa batu besar yang dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama “Batu Makkiki’E” yang sangat disakralkan oleh penduduk setempat, karena batu itulah menjadi awal kenapa wilayah itu diberi nama Bacukiki.

Hingga pada satu kesempatan Anton secara tidak sengaja bertemu dengan seorang gadis bernama Cenning yang merupakan anak dari tokoh masyarakat setempat yang sangat getol ingin mempertahankan identitas kampung halamannya.

Pertemuan Anton dan anak dari tokoh masyarakat yang ingin mempertahankan identitas  kampung halamannya ini, menjadi batu sandungan bagi sang pengusaha, sehingga Anton terlibat pada konflik kepentingan tersebut.

Sementara itu, Kadisporapar Kota Parepare, Amarun Agung Hamka mengungkapkan, sangat menyambut baik rencana penggarapan film ini, apalagi temanya juga mengambil gambar beberapa icon kota serta objek wisata yang ada di Kota Parepare.

“Jadi perlu saya sampaikan bahwa fokus kami di Disporapar Parepare saat ini, memang sedang mengusung pelestarian nilai-nilai tradisi budaya yang bisa menunjang sektor pariwisata yang ada di sini,” kata Hamka.

Dirinya berharap, meski pun hal ini adalah rencana produksi perdana dari PARFI Cabang Parepare, akan tetapi diharapkan dapat berjalan lancar dan maksimal, yang tentunya akan juga bisa mengangkat nama Kota Parepare ke depan.

“Tentu kami juga mensupport baik moril mau pun bentuk pelibatan lainnya,” imbuhnya. (*)

https://klupas.com/wp-content/uploads/2024/11/IMG-20241109-WA0315.jpg

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *